Bung Karno - Biografi, Video, Audio Hingga Kumpulan Koleksi Foto yang berkaitan dengan Sang Putra Fajar , Proklamator Indonesia Merdeka
Segala Hal tentang Bung Karno
Dari Biografi, Video, Audio hingga kumpulan koleksi foto.
Dari Biografi, Video, Audio hingga kumpulan koleksi foto.
Siapa yang tidak kenal sama bapak kita ini Jendral Besar H. Ir. Soekarno. Bermacam gelar dan julukan di sandangnya antara lain Bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Putera Sang Fajar, Sang Orator lihai dari Indonesia, Pahlawan Kemerdakaan Indonesia dan banyak lagi gelar yang diberikan kepadanya. Bung Karno bersama Bung Hatta lah yang telah membawa Indonesia ke gerbang kejayaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
biografi Bung Karno
Naskah pidato
Surat-surat Bung Karno
Koleksi Audio pidato
Video Bung Karno dan Sejarah Indonesia
Bung Karno
Bung Karno
Kumpulan pidato Bung Karno tahun 1965-1967
HISTORIOGRAFI
Isi pidato sepanjang 1965-1967 itu, dalam amatan Asvi, tidak hanya menggambarkan sengitnya peralihan kekuasaan, melainkan juga kegetiran presiden yang ucapannya tidak didengar lagi oleh para jenderal yang dulu sangat patuh. "Soekarno marah dan bahkan sangat geram. Ia sering memaki dengan bahasa Belanda," kata Asvi, yang juga menulis pengantar untuk buku itu.
Tidak hanya pada masa itu keberadaan Supersemar dispekulasikan sebagai bentuk kudeta halus. Sampai saat ini pun masih berkembang analisis bahwa Supersemar adalah salah satu fase "kudeta merangkak" yang dilakukan Soeharto. Dimulai pada Oktober 1965 sampai 1967, ketika Soeharto ditetapkan sebagai penjabat presiden.
sumber: www.mesias.8k.com/suarahilang.htm
Arus Balik Suara yang Hilang: Kumpulan pidato Bung Karno tahun 1965-1967
SALAH satu daya tarik sekaligus kekuatan Presiden Soekarno terletak pada kemampuannya berpidato. Pada zamannya, orang rela berdesakan demi mendengarkan pidato sang Pemimpin Besar yang disiarkan radio. Ribuan rakyat selalu antusias menghadiri rapat raksasa yang menampilkan orasi Bung Karno. Ketika komunikasi lisan lebih populer, pidato Bapak Proklamator itu mendapat tempat untuk didengarkan, juga dipatuhi.
Namun, menjelang kejatuhannya, pidato Bung Karno bagai seruan di padang gurun. Suaranya tak lagi didengar. Perintahnya tak lagi dipatuhi. Arus balik itu bergulir sejak meletus Gerakan 30 September (G-30-S) 1965. Sisa-sisa koran yang masih diizinkan terbit waktu itu lebih sering memelintir pernyataannya atau membiarkan suaranya hilang bersama angin lalu. Penulisan sejarah nasional pun kemudian melupakan pidato Bung Karno sebagai salah satu sumber penting.
Rabu pekan lalu, Penerbit Mesiass, Semarang, meluncurkan buku yang memuat pidato terpilih Bung Karno pada kurun 1965-1967. Inilah tahun-tahun kritis menjelang berakhirnya kekuasaan Soekarno. "Pidato selama dua tahun itu sangat berharga sebagai sumber sejarah," kata Asvi Warman Adam, pembicara dalam peluncuran buku di Hotel Regent Jakarta itu. "Ia mengungkapkan berbagai hal yang ditutupi, bahkan diputarbalikkan selama Orde Baru," sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu menambahkan.
Selain Asvi, tampil juga Nurcholish Madjid, Eep Saefulloh Fatah, Adi Sasono, dan Eros Djarot. Acara digelar oleh Soegeng Sarjadi Syndicated. Dua jilid buku berjudul Revolusi Belum Selesai itu memuat 61 pidato yang dipilih dari 103 naskah yang ditemukan. Bonnie Triyana, editor buku itu, mendapat data mentah pidato tersebut dari kantor Arsip Nasional, Jakarta. Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang, ini tadinya hanya bermaksud mencari data untuk skripsinya (baca: Terpencil di Gedung Arsip).
Buku kumpulan pidato Soekarno sebenarnya pernah diterbitkan ketika peringatan 100 tahunnya, pada 2001. Namun, hampir semuanya berupa pidato sebelum peristiwa G-30-S 1965. Tidak banyak yang tahu isi 100-an pidato Soekarno pada rentang 1965-1967. Paling-paling hanya pidato pada malam 30 September 1965 dan pidato pertanggungjawaban "Nawaksara" dalam Sidang Umum MPRS, 22 Juni 1966.
Isi pidato sepanjang 1965-1967 itu, dalam amatan Asvi, tidak hanya menggambarkan sengitnya peralihan kekuasaan, melainkan juga kegetiran presiden yang ucapannya tidak didengar lagi oleh para jenderal yang dulu sangat patuh. "Soekarno marah dan bahkan sangat geram. Ia sering memaki dengan bahasa Belanda," kata Asvi, yang juga menulis pengantar untuk buku itu.
Kemarahan Bung Karno, misalnya, tampak dalam pidato di depan empat panglima angkatan di Istana Bogor, pada 20 November 1965. Ia menyatakan ada perwira yang mbregudul alias kepala batu. Perwira yang dimaksud sepertinya Soeharto. Paling tidak, hal itu tergambar pada bagian lain pidatonya yang menyatakan, "Sayalah yang ditunjuk MPRS menjadi Pemimpin Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio, bukan Nasution... bukan engkau Roeslan Abdulgani, bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto...." Hanya nama Soeharto yang disebut sampai dua kali.
Beberapa sisi sejarah yang cenderung ditutupi pada masa Orde Baru juga tergambar dalam rangkaian pidato ini. Asvi mencatat, minimal ada tiga hal. Pertama, tentang peristiwa G-30-S. Bila Orde Baru hanya menunggalkan peran Partai Komunis Indonesia (PKI), komentar Soekarno sudah mencakup semua teori yang saat ini berkembang. Menurut Soekarno, ada tiga faktor yang menyebabkan G-30-S: keblingernya pemimpin PKI, adanya subversi neokolonialisme (nekolim), dan oknum yang tidak bertanggung jawab.
Soekarno mengakui, ada oknum PKI yang bersalah. Tapi, dia ingin menyelidiki dulu secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan tentang tragedi itu. Ia mengibaratkan, kalau ada tikus yang mencuri kue di rumah, jangan sampai rumahnya dibakar. Tentang nekolim, belakangan terjabarkan lewat teori keterlibatan CIA. Sedangkan oknum tidak bertanggung jawab lebih dekat dengan teori konflik internal Angkatan Darat.
Kedua, tentang Supersemar. Saat melantik Kabinet Ampera pada 28 Juli 1966, Soekarno berkali-kali menegaskan bahwa Supersemar bukanlah penyerahaan kekuasaan. "Pers asing mengatakan bahwa perintah ini adalah a transfer of authority to General Soeharto. Tidak. It is not a transfer of authority to General Soeharto... I repeat again, it is not a transfer of authority," ujar Bung Karno.
Tidak hanya pada masa itu keberadaan Supersemar dispekulasikan sebagai bentuk kudeta halus. Sampai saat ini pun masih berkembang analisis bahwa Supersemar adalah salah satu fase "kudeta merangkak" yang dilakukan Soeharto. Dimulai pada Oktober 1965 sampai 1967, ketika Soeharto ditetapkan sebagai penjabat presiden.
Ketiga, tentang peristiwa pembantaian G-30-S. Ketika berpidato dalam rangka ulang tahun kantor berita Antara di Bogor, pada 11 Desember 1965, Bung Karno menyatakan bahwa berdasarkan visum dokter, tidak ada kemaluan yang dipotong dalam peristiwa di Lubang Buaya. Juga tidak ada mata yang dicukil seperti ditulis pers.
Esok harinya, 13 Desember 1965, di depan gubernur se-Indonesia, Soekarno menyatakan, pisau yang dihebohkan sebagai pencukil mata tak lain adalah pisau penyadap lateks pohon karet. Soal visum et repertum dokter itu beberapa tahun kemudian juga diungkapkan Bennedict R.O.G. Anderson, guru besar sejarah politik Unversitas Cornell, Amerika Serikat, bahwa tak satu pun jenderal yang disilet kemaluannya.
Masih banyak soal lain yang terungkap dari kumpulan pidato ini. Misalnya, mengapa Soekarno yang hingga 1967 masih didukung Korps Komando Operasi Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan sebagian Kodam Brawijaya dan Diponegoro tidak memerintahkan perlawanan? Di situ terungkap bahwa Soekarno tidak mau terjadi petumpahan darah sesama bangsa, meski taruhannya dia jatuh.
Memang, data-data yang terungkap berskala kecil, tak menghebohkan, toh Asvi menilainya tetap penting bagi penulisan sejarah Indonesia. "Bagaimanapun, itu data otentik dari seorang presiden," katanya. Tapi, data itu tidak bisa berdiri sendiri, perlu diperkuat sumber sejarah yang lain. Asvi tidak memungkiri kemungkinan materi pidato itu bias kepentingan Soekarno membela diri. Sebab, itu juga pidato seorang pemimpin politik yang tentu mengandung kepentingan politik tertentu.
Namun, kata Asvi, Soekarno tidak seperti Soeharto. "Apa yang disampaikan Soekarno adalah pidatonya sendiri yang kadang bersifat spontan," katanya. "Lagi pula, saat itu ia tidak punya kekuasaan lagi. Yang ia sampaikan adalah apa yang ia rasakan." Sementara pidato Soeharto kebanyakan dibuatkan staf yang cenderung kurang menggambarkan kenyataan apa adanya.
Pemunculan pidato ini juga penting untuk menjadi pembanding opini yang dikembangkan sebuah rezim yang cenderung manipulatif. Setiap kekuasaan punya kecenderungan menonjolkan peran kesejarahan tertentu dan menenggelamkan sisi sejarah yang lain. "Penguasa kerap mengontrol wacana kita," kata peneliti sejarah, Fachry Ali, kepada Bernadetta Febriana dari GATRA. Penguasa juga merasa berhak menentukan mana yang harus diingat dan mana yang harus dilupakan.
Dengan ungkapan lain, sejarawan Taufik Abdullah menyatakan, "Sejarah bukan hanya catatan masa lalu, melainkan juga alat legitimasi kekuasaan." Taufik enteng saja menilai naskah pidato Bung Karno. "Teks-teks itu harus dibaca, tapi dia bukan Al-Quran yang harus diterima," ujar Taufik. Naskah pidato itu, katanya, harus dibandingkan dengan teks dan kesaksian yang lain. "Paling tinggi derajat teks pidato tersebut adalah 'ini yang dikatakan Soekarno'," kata Taufik.
Sejarawan dari Universitas Indonesia, Anhar Gonggong, menilai pidato Bung Karno itu tidak memiliki pengaruh apa-apa bagi perubahan sejarah Indonesia. Sebab, eksistensi Soekarno tidak bergantung pada pidato itu. Toh, katanya, saat ini nama Soekarno tetap dihormati. "Untuk penulisan sejarah pergerakan sampai 1965 memang perlu mendengarkan pidato itu," kata Anhar. "Tapi, bukan berati kita hanya melihat Soekarno, salah! Kan juga ada Hatta, Sjahrir, dan Tan Malaka."
Bagi Anhar, penerbitan pidato Soekarno tidak akan membawa pengaruh berarti pada masyarakat. "Kalau mempengaruhi Soekarnois, iya," katanya. Anhar menilai tidak ada yang dihilangkan dari sejarah Soekarno pada masa Orde Barau. "Memang ditutupi, tapi tidak dihilangkan. Buktinya, nama bandar udara pakai Soekarno-Hatta. Tidak mungkin menghilangkan nama Soekarno dari proklamasi, sama tidak mungkinnya dengan upaya PKI menghapus nama Hatta sebagai proklamator," ujarnya.
Yang dilakukan Orde Baru, menurut Anhar, adalah ikhtiar menonjolkan peran Soeharto. Upaya penyimpangan penulisan sejarah tidak hanya terjadi pada zaman Soeharto, melainkan juga pada masa Soekarno. G. Moedjanto, sejarawan dari Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pernah menulis artikel "Meluruskan Sejarah Nasional", pada Agustus 2001. Ia menyebut beberapa contoh kasus penyimpangan yang perlu diluruskan.
Misalnya soal rekayasa Soekarno tentang mitos proklamasi. Diceritakan dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno berbincang dengan Sukarni Kartodiwiryo. Soekarno bilang, "Di Saigon saya sudah merencanakan proklamasi tanggal 17." Mengapa? Soekarno menjawab, "Angka 17 adalah angka sakti. Lebih memberi harapan. Angka 17 keramat. Al-Quran diturunkan pertama tanggal 17. Orang Islam sembahyang 17 rakaat sehari. Maka hari Jumat Legi tanggal 17 Agustus saya pilih untuk menyelenggarakan proklamasi."
Kemudian perihal lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945. Ada pendapat, ide Pancasila pertama kali dicetuskan Muhamad Yamin pada 29 Mei 1945 di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Lebih dari 30 tahun zaman Orde Baru, sejarawan dan penatar P4 tidak berani menyatakan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Padahal, Yamin dalam enam tulisannya mengakui bahwa ide Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan pertama kali oleh Bung Karno dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.
Ada juga polemik golongan tua dan muda dalam proklamasi. Golongan tua, diwakili Hatta, menyatakan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membuat skenario proklamasi pada 16 Agustus 1945. Gara-gara ulah golongan muda, proklamasi tertunda satu hari, menjadi 17 Agustus. Golongan muda, diwakili Adam Malik, menyatakan, kalau tidak didesak golongan muda, sampai September pun belum tentu proklamasi dikumandangkan.
Lantas tentang Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berarti kembali ke UUD 1945. Ada yang menuduh Soekarno melakukan kudeta. Namun, sumber lain, Hardi, SH, mantan Wakil Perdana Menteri Kabinet Karya, menyangkal. Menurut Hardi, Bung Karno sebenarnya tidak meminati UUD 1945 karena mengharuskannya bertanggung jawab kepada MPR. Hanya karena dukungan banyak partai dan Angkatan Darat, yang dipimpin A.H. Nasution, Soekarno bersedia mengeluarkan dekrit.
Peristiwa kontroversial semacam itu, menurut Moedjanto, perlu diluruskan. Tapi, Taufik Abdullah menolak istilah pelurusan sejarah. "Istilah 'pelurusan sejarah' itu istilah politik," kata Taufik kepada Luqman Hakim Arifin dari GATRA. "Orang sejarah tidak ngomong pelurusan, sebab sejarah itu selalu direvisi," mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini menambahkan. Menulis sejarah, kata dia, tergantung ada tidaknya sumber dan cara memahami sumber itu. Sumber juga perlu dikritik tingkat kebenarannya.
Taufik kini memimpin tim yang akan menyusun edisi baru sejarah nasional Indonesia. Dari inventarisasi timnya, ada beberapa peristiwa sejarah yang diakui masih kontroversial. Sebagian sama dengan yang dikemukakan Moedjanto tadi. Yaitu lahirnya Pancasila, Serangan Umum 1 Maret 1949, G-30-S, Supersemar, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), tokoh yang dipolemikkan sebagai pejuang atau pemberontak seperti Tan Malaka, dan masuknya Timor Timur.
Pada masalah PDRI yang dipimpin Sjafruddin Prawiranegara, kata Taufik, Soekarno selalu menghapus sejarah itu. "Tidak pernah sekali pun Soekarno menyebut tentang PDRI," katanya. Soekarno tidak ingin melupakan kenyataan bahwa ia tahanan Belanda. Soeharto juga melupakan PDRI karena tidak ingin mengingat bahwa yang memimpin PDRI adalah sipil. Nasution pun begitu.
Apa pun, upaya pemunculan fakta sejarah secara proporsional, seperti pidato Bung Karno ini, penting untuk menyadarkan setiap penguasa. Bahwa sudah bukan zamannya lagi menutup-nutupi peran tokoh sejarah yang berjasa pada negara. Upaya itu hanya akan menimbulkan dendam sejarah. Tidak hanya Bung Karno --sebagaimana rekomendasi Sidang Tahunan MPR 2003 untuk merehabilitasi para pahlawan-- nama lain seperti Sjafruddin Prawiranegara, Sjahrir, dan Moh. Natsir juga penting dibebaskan dari manipulasi sejarah.
Pembongkaran pidato Bung Karno ini pun bukan melulu soal penjernihan peristiwa penting di masa lalu. Juga penyegaran wasiat Bung Karno kepada banyak pihak. Termasuk kepada putrinya, Megawati, yang kini menjadi presiden. Dalam Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta, 30 September 1965, Bung Karno mengisahkan pesannya kepada Mega yang dipanggil Dis.
"Dis, engkau harus bantu usaha rakyat mendatangkan sosialisme Indonesia yang cukup sandang, cukup pangan, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja," ujar Bung Karno. Pesan ini relevan dengan kondisi saat ini, ketika banyak rakyat kekurangan pangan akibat kekeringan dan musibah lainnya.* (Asrori S. Karni dan Amalia K. Mala)
sumber: www.mesias.8k.com/suarahilang.htm
Teks Lengkap Pidato Bung Karno pada Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945
Teks Proklamasi yang selalu dibaca pada upacara peringatan detik-detik proklamasi ternyata “bagian” dari pidato Bung Karno pada pernyataan proklamasi kemerdekaan RI. Kita patut berbangga dan berterima kasih kepada “putra pertiwi” yang dengan bangga memasyarakatkan dokumen-dokumen penting sejarah bangsa kita. Untuk itu, Melalui buku Kapita Selekta, Seri Pertama, Buku I, yang diterbitkan CV Bintang, 1990, berikut ini saya kutipkan teks Pidato Bung Karno pada Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Buku ini dimasyarakatkan oleh Lembaga Sosial Pemasyarakatan Produk Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia; Badan Pelaksana Proyek Pelayanan Sosial Yayasan Kesejahteraan Rakyat Padepokan Sawunggaling.
PIDATO BUNG KARNO
PADA HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN BANGSA INDONESIA TANGGAL 17 AGUSTUS 1945
SAUDARA-SAUDARA SEKALIAN!
Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa maha-penting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah beratus-ratus tahun!
Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.
Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya.
Di dalam jaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetapi kita percaya kepada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.
Maka kami, tadi malah telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara!
Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:
PROKLAMASI
KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKN KEMERDEKAAN INDONESIA.
HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN, DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SEKSAMA DAN DALAM TEMPO SESINGKAT-SINGKATNYA.
JAKARTA, 17 AGUSTUS 1945
ATAS NAMA BANGSA INDONESIA
SUKARNO – HATTA
Demikianlah saudara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka!
Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita!
Mulai saat ini kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia – merdeka kekal dan abadi. Insyaallah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!
Inilah Pidato Soekarno ‘Ganyang Malaysia’… Membakar Patriotisme Indonesia
Pada 20 Januari 1963, Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia.
Bangsa ini tidak terima dengan tindakan demonstrasi anti-Indonesia yang menginjak-injak lambang negara Indonesia, Garuda.
Untuk balas dendam, Presiden Soekarno melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia.
Soekarno memproklamirkan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato pada 27 Juli 1963. Berikut isinya :
Kedaulatan Indonesia dianggap harga mati bagi Proklamator Republik Indonesia itu.
Saat Soekarno, Soeharto Berkuasa, TIDAK ADA SATUPUN NEGARA YANG BERANI MENCOLEK INDONESIA…
GANYANG MALAYSIA….!!!!!!!!!! Indonesia = HARGA MATI!!!
Untuk balas dendam, Presiden Soekarno melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia.
Soekarno memproklamirkan gerakan Ganyang Malaysia melalui pidato pada 27 Juli 1963. Berikut isinya :
Kalau kita lapar itu biasaSemangat patriotisme bangsa Indonesia langsung membara sesaat mendengar pidato Soekarno itu.
Kalau kita malu itu juga biasa
Namun kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar!
Kerahkan pasukan ke Kalimantan hajar cecunguk Malayan itu!
Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak oleh Malaysian keparat itu
Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.
Serukan serukan keseluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki Gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.
Yoo…ayoo… kita… Ganjang…
Ganjang… Malaysia
Ganjang… Malaysia
Bulatkan tekad
Semangat kita badja
Peluru kita banjak
Njawa kita banjak
Bila perlu satoe-satoe!
Kedaulatan Indonesia dianggap harga mati bagi Proklamator Republik Indonesia itu.
Saat Soekarno, Soeharto Berkuasa, TIDAK ADA SATUPUN NEGARA YANG BERANI MENCOLEK INDONESIA…
GANYANG MALAYSIA….!!!!!!!!!! Indonesia = HARGA MATI!!!
Teks Pidato Bung Karno (1 Juni 1945) - Bagian Satu
Satu kelebihan para founding fathers ..... keluasan wawasan dan bacaan mereka. Bacaan yang multikultural dan multi ideologi, membuat mereka tidak terjebak secara fanatik pada satu ideologi dan kultur saja. Sesuatu yang sulit dicari pada figur belakangan ini (Taufik Abdullah)
Paduka tuan Ketua yang mulia! Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menepati permintaan Paduka tuan Ketua yan mulia. Apakah permintan Paduka tuan Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepad sdang Dkuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nati akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang Mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan: Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya membicarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan “merdeka”. Merdeka buat saya ialah “political independence”, politieke onafhankelijkheid. Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid?
Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini “zwaarwichtig” akan perkara yang kecil-kecil “Zwaarwichtig” sampai kata orang Jawa “jelimet”. Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan. Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu.
Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya! Alangkah berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai jelimet! Maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu. Bacalah buku Amstrong yang menceritakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu! Toh Saudi Arabia merdeka.
Lihatlah pula jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah rakyat Musyik yang lebih daripada 80% tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan! Maaf, PT Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya buku, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, sampai di lobang kubur! (tepuk tangan riuh)
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 33 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”. Maka di dalam risalah tahun 33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politike onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah suatu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, in one night only! kata Amstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirkan Saudi Arabia Merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riyad dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu diletakkan oleh Ibn Saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian daripada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia. Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade, yaitu orang Badui, diberi pelajaran bercocok-tanam. Nomade diubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, semuanya di seberang jembatang. Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dan yang maha besar di sungai Djeppr? Apa ia telah mempunya radio-station, yan menyundul ke angkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis?
Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Greche, baru mengadakan Djnepprprostoff! Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya tuan-tuan punya semangat, jikalau tuan-tuan demikian, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda itu semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang!!! (Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahl semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka Sekarang, sekarang, sekarang! (Tepuk tangan riuh). Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political Independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti denga orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, in one night, di dalam satu malam!
Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Mereka? (Seruan audiens: Tidak! Tidak!). Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balantentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka! (Tepuk tangan audiens menggemparkan).
Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbeaan antara Sovyet Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain tentang isinya: tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis. Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negaranya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk Merdeka. (Tepuk tangan riuh).
Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi, yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin. Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu “meja makan”, lantas satu sitje, lantas satu tempat tidur. Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: kawin.
Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat-tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dn Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, saudara-saudara! (tepuk tangan, dan tertawa). Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, buat 3 tahun lamany! (tertawa).
Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah, saudara-saudara sekalian. Paduka tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian PT Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekan Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka! (tepuk tangan riuh). Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Di dalam Sovyet Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet Rusia satu persatu. Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: Kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu, “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”
Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.
Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internasionaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internasionaalrecht. Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahan, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak perduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak perduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya, sudahlah ia merdeka. Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka atau tidak? Mau merdeka atau tidak? (Hadirin serempak menjawab: Mauuu!) – (Bersambung)
Sumber : Adnan Buyung Nasution (1997) & Buku Putih Setneg (1997)Tuan-tuan sekalian! Dengan terus-terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang saya katakan di dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini “zwaarwichtig” akan perkara yang kecil-kecil “Zwaarwichtig” sampai kata orang Jawa “jelimet”. Jikalau sudah membicarakan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan. Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu.
Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya! Alangkah berbedanya isi itu! Jikalau kita berkata: Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai jelimet! Maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu. Bacalah buku Amstrong yang menceritakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu! Toh Saudi Arabia merdeka.
Lihatlah pula jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah rakyat Musyik yang lebih daripada 80% tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan! Maaf, PT Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya buku, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia merdeka, sampai di lobang kubur! (tepuk tangan riuh)
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 33 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”. Maka di dalam risalah tahun 33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politike onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah suatu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam satu malam, in one night only! kata Amstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirkan Saudi Arabia Merdeka di satu malam sesudah ia masuk kota Riyad dengan 6 orang! Sesudah “jembatan” itu diletakkan oleh Ibn Saud, maka di seberang jembatan, artinya kemudian daripada itu, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi Arabia. Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelandangan sebagai nomade, yaitu orang Badui, diberi pelajaran bercocok-tanam. Nomade diubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, semuanya di seberang jembatang. Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dan yang maha besar di sungai Djeppr? Apa ia telah mempunya radio-station, yan menyundul ke angkasa? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet Rusia Merdeka telah dapat membaca dan menulis?
Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Greche, baru mengadakan Djnepprprostoff! Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya tuan-tuan punya semangat, jikalau tuan-tuan demikian, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda itu semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang!!! (Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahl semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan “INDONESIA MERDEKA SEKARANG”. Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka Sekarang, sekarang, sekarang! (Tepuk tangan riuh). Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar-hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political Independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu jembatan! Jangan gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti denga orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya Butyoo-Butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijkheid, in one night, di dalam satu malam!
Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan: Indonesia Merdeka, sekarang! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Mereka? (Seruan audiens: Tidak! Tidak!). Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balantentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun kita menerima urusan itu, sekarang pun kita mulai dengan negara Indonesia yang Merdeka! (Tepuk tangan audiens menggemparkan).
Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbeaan antara Sovyet Rusia, Saudi Arabia, Inggris, Amerika dan lain-lain tentang isinya: tetapi ada satu yang sama, yaitu rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggris sanggup mempertahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis. Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negaranya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk Merdeka. (Tepuk tangan riuh).
Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gaji f500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul, sudah mempunyai meja kursi, yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok garpu perak satu set, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin. Ada orang lain yang berkata: saya sudah berani kawin kalau saya sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu “meja makan”, lantas satu sitje, lantas satu tempat tidur. Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk: dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug: kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur: kawin.
Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun: kawin. Belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat-tidurnya yang mentul-mentul, atau Sarinem dn Samiun yang hanya mempunyai satu tikar dan satu periuk, saudara-saudara! (tepuk tangan, dan tertawa). Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset plus kinderuitzet, buat 3 tahun lamany! (tertawa).
Saudara-saudara, soalnya adalah demikian: kita ini berani merdeka atau tidak? Inilah, saudara-saudara sekalian. Paduka tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian PT Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan: kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekan Saudara-saudara, jika tiap-tiap orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia merdeka! (tepuk tangan riuh). Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan rakyat kita! Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita memerdekakan hatinya bangsa kita! Di dalam Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud memerdekakan rakyat Arabia satu persatu. Di dalam Sovyet Rusia Merdeka Stalin memerdekakan hati bangsa Sovyet Rusia satu persatu. Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata: Kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak disentri, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu, “Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka.”
Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di dalam Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di dalam Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di dalam Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan “jembatan”. Di seberang jembatan, jembatan emas, inilah baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal, dan abadi.
Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internasionaalrecht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internasionaalrecht. Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahan, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama: Merdeka. Tidak peduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak perduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak perduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintahannya, sudahlah ia merdeka. Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya: Mau merdeka atau tidak? Mau merdeka atau tidak? (Hadirin serempak menjawab: Mauuu!) – (Bersambung)
0 comments:
Post a Comment